Selasa, 02 Maret 2010

Edan tenan dampak UN

 Selama UN di jadikan penentu kelulusan atau tolok ukur " mutu " sekolah pasti akan merepotkan banyak pihak dan memerlukan biaya yang tidak sedikit.  Mengapa para dosen berperan menjadi satpam di Polwil hanya untuk menjaga soal-soal. setelah itu dosen beralih fungsi sebagai pengawas. Sekolah pada tungganglanggang menambah jam pembelajaran. Guru ditekan agar mengajar sungguh demi lulus UN. Siswa kelelahan karena diforsir belajar dan ditakut-takuti dengan hasil UN bahkan ada yang sampai kesurupan. Orang tua ikut-ikutan menekan dan mengancam dengan berbagai cara. Orangtua harus menguras tabungan atau mencekik anggaran untuk biaya bimbingan belajar. Sekolah formal dinilai bukan lagi wadah pendidikan gara-gara siswanya tidak lulus UN. 

Sementara satu pihak sengsara lain pihak pesta. Bagaimana tidak pesta... buanyak anggaran terpaksa harus disediakan. Mulai dari jajaran mentri- Gubernur - Bupati- Dosen - polisi-guru dst.  Pokoknya semuanya itu dalam rangka persiapan UN pelaksanaan  UN dan penutupan UN.

Saya tetap masih belum puas dengan UN kalau LJK tidak dikembalikan ke yang berhak yaitu siswa. Justru inilah sumber kekacauan UN. Kacau karena tidak melalui koridor pendidikan. Sudah seharusnya, logis, masuk akal jika mendidik siswa itu dengan cara memperkaya apa yang siswa pahami dan memperbaiki segala apa yang kurang dimengerti. Melalui UN proses itu tidak ada. Bahkan pada kelemahan inilah UN digugat. Nah..... kalau begini ini saya jadi binggung...... UN itu produk pendidikan atau proyek di dunia pendidikan ? yah.... disana gunung disini gunung yang penting saya bergaung...... siapa yang mau nyambung ...... monggo. Suwun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar